Mungkin Anda tidak sepenuhnya menyadari bahwa untuk setiap transaksi yang kena pajak dalam keseharian kita, akan terdapat bukti potong pajak.
Bila Anda makan di berbagai restoran fastfood atau berbelanja di supermarket grosir, Anda akan menerima nota pembelian yang di dalamnya termasuk faktur pajak.
Di dalamnya mencantumkan soal rincian pembelian Anda berikut dengan nominal PPN atas barang belanjaan tersebut. Inilah sebenarnya Bukti Potong Pajak.
Itu adalah contoh pada kasus Pajak Pertambahan Nilai. Namun bukti pajak juga terjadi pada berbagai bentuk transaksi lain yang menjadi objek pajak. Termasuk di antaranya adalah pajak penghasilan.
Inilah yang secara khusus akan kita bahas pada kesempatan kali ini. Apa sebenarnya bukti potong pajak? Juga bagaimana bentuk bukti atas PPh? Bagaimana pengaplikasiannya untuk sebuah sistem akuntansi pada korporasi atau entitas?
Apa Itu Bukti Potong Pajak?
Bukti potong pajak merupakan bentuk formulir atau dokumen cetak untuk menjadi bukti akan pemotongan atau pemungutan pajak. Biasanya ini menjadi bukti transaksi atas pemotongan pajak yang memuat informasi mengenai besaran nilai objek pajak dan besaran pemotongannya.
Nantinya berkas atau formulir ini akan diberikan pada kedua pihak, baik mereka sebagai wajib pajak maupun untuk pihak perpajakan.
Pihak wajib pajak harus menyimpan bukti potong pajak ini untuk membuktikan bahwa dirinya telah melunasi kewajiban pajak. Sementara untuk pihak perpajakan, bukti akan menjadi dasar pencatatan pelunasan pajak yang telah masuk pada tahun berjalan.
Bentuk dari bukti potong pajak cukup beragam. Tapi yang paling lazim Anda kenal adalah bukti potong untuk pajak penghasilan (PPh) dan bukti untuk pajak penambahan nilai (PPN).
Tapi sebenarnya, bukti semacam ini juga akan muncul untuk beragam objek pajak lain seperti tanah dan bangunan, barang mewah, pajak kendaraan dan masih banyak lagi.
Bukti Pemotongan Pajak Untuk PPh
Bukti pemotongan untuk PPh merupakan salah satu syarat dalam pengajuan SPT atau Surat Pemberitahuan Pajak untuk PPh.
Ini menjadi bukti bahwa wajib pajak sudah merampungkan kewajiban pajak mereka pada periode sebelumnya. Sementara itu, tanpa bukti tersebut maka wajib pajak akan dikenakan pemotongan pajak dua kali berikut dengan denda.
Untuk Anda pahami bahwa sebenarnya Pajak Penghasilan yang berkaitan dengan entitas tidak hanya pajak PPh 21. Beragam bentuk Pajak Penghasilan lain juga bisa dikaitkan dengan perusahaan.
Semua bentuk PPh ini memerlukan adanya bukti potong pajak. Perusahaan perlu menunjukan bukti tersebut sebagai tanda bahwa mereka telah merampungkan kewajiban pajak penghasilan yang terkait.
Undang-Undang Yang Mengatur Penerbitan Bukti Pemotongan Pajak
Kewajiban dalam penerbitan bukti pemotongan atas pajak penghasilan sebenarnya sudah ada sejak tahun 1983 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Hingga kini terdapat berulang kali perubahan dan pembaruan atas UU tersebut. Mulai dengan pembaruan di tahun 1991 dengan UU No. 7 Tahun 1991 yang memuat tentang poin perubahan pertama Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Pembaruan kedua terjadi pada UU No. 10 Tahun 1994. Kemudian pada tahun 2000 dengan UU No. 17 Tahun 2000. Pembaruan ini memuat detail perubahan untuk ketiga kalinya atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Kemudian kembali terjadi pembaruan pada UU No. 36 Tahun 2008. Sementara itu regulasi detail atas penerapan UU no 36 tahun 2008 ini juga diperjelas dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.03/2017 tentang Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan.
Peraturan lain terkait bukti potong pajak PPh juga tercantum dalam Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2020. Ini secara khusus memuat tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan/ Pemungutan Unifikasi serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian SPT Masa PPh Unifikasi.
Apa Saja Bentuk Bukti Pemotongan Pajak PPh Untuk Entitas
Ada beberapa jenis bukti pemotongan pajak penghasilan yang bisa kita kaitkan dengan entitas. Ini akan membuktikan bahwa perusahaan tersebut sudah tidak memiliki pajak terutang yang belum terselesaikan.
Adapun beberapa bentuk bukti potong atas PPh yang berkaitan dengan entitas antara lain adalah sebagai berikut.
Bukti Potong Pajak Untuk PPh 21
PPh 21 berkaitan dengan pajak yang dikenakan atas gaji dan upah karyawan. Sebenarnya ini adalah kewajiban dari karyawan dan buruh, bukan kewajiban dari perusahaan.
Perhitungan nilai PPh 21 akan berdasar pada nilai gaji, upah, komisi, honor, tunjangan, intensif yang merupakan pendapatan atas jabatan, pekerjaan, profesi, atau pekerja lepas.
Bukti potong pajak akan berperan sebagai dokumen bukti bahwa karyawan atau pekerja tersebut sudah menyelesaikan kewajiban pajak mereka.
Meski bukan menjadi bagian kewajiban dari perusahaan, tetapi karena biasanya secara tersistem pemotongan pajak akan dikelola oleh perusahaan.
Terdapat pula perusahaan yang memilih menanggung pajak atas karyawannya, biasanya kita menyebutnya sebagai tunjangan pajak.
Oleh karena itu, perusahaan juga memerlukan lapisan berkas bukti pajak.Ini untuk membuktikan bahwa perusahaan sudah menyelesaikan proses pemotongan pajak atas karyawan yang bekerja di bawahnya.
Bagaimana perusahaan mengelola pencatatan akuntansi ketika bukti potong pajak diterima? Anda bisa temukan informasi lebih lanjut terkait pencatatan pajak penghasilan karyawan di sini.
Bukti Pemotongan atas PPh 22
Selain PPh 21, perusahaan juga berkaitan erat dengan pemotongan pajak penghasilan berdasarkan tarif PPh 22. Tarif PPh 22 ini berkaitan dengan pendapatan dari aktivitas jual beli, termasuk usaha perdagangan, ekspor impor dan jual beli barang mewah.
Di sini tarif pajak akan dikenakan atas nilai penjualan dan nilai pembelian. Sehingga baik itu pihak pembeli maupun penjual akan harus membayar pajak dengan tarif pajak PPh 22 ini.
Wajib pajak dalam PPh 22 juga bisa bersifat sebagai pemungut Pajak. Mereka bisa meliputi korporasi, agen penjualan atau perwakilan merek internasional, pelaku usaha ekspor impor, Pelaku usaha barang mewah dan pelaku usaha agrobisnis.
Selain itu transaksi yang melibatkan pembelian atas barang atau produk tertentu dari BUMN dan pemerintah pusat maupun daerah juga akan mendapatkan pengenaan pajak pembelian.
Pajak PPH 22 memiliki perbedaan aturan bila kita bandingkan dengan PPh 21. PPh 22 lebih kompleks karena penarikan pajak justru diatur dalam transaksi. Pemungut pajak adalah mereka yang terlibat dalam transaksi, yang sekaligus juga berperan sebagai wajib pajak.
Nantinya setelah pemungutan pajak PPh 22 selesai, pihak pemungut harus menyetorkan pajak ke bank ditunjuk. Kemudian setelahnya pihak pemungut merilis bukti potong pajak atas PPh 22.
Nantinya, bukti tersebut menjadi rujukan bagi wajib pajak, pemungut pajak dan juga untuk pihak perpajakan.
Bukti Pemotongan untuk PPh 23
Tarif pajak bedasarkan PPh 23 memiliki perbedaan bila kita bandingkan dengan jenis PPh lain. Utamanya adalah objek pajak dari PPh 23 yang merupakan pendapatan dalam bentuk deviden, hadiah, royalti, pendapatan dari hak cipta dan hak paten, pendapatan jasa, pendapatan dari aset tetap dan lain sebagainya.
Di sini termasuk pendapatan yang Anda dapatkan dari persewaan tanah dan bangunan. Karena keduanya termasuk dalam kategori aset tetap.
Termasuk dalam kategori ini juga pendapatan dari jasa arsitek, dokter, konsultan, notaris dan lain sebagainya.
PPh 23 sendiri bersifat sebagai pajak tambahan, karena beberapa bentuk pajak sebelumnya sudah dikenakan tarif pajak 21 terlebih dulu di awal.
Pembuatan bukti pemotongan pajak atas PPh 23 merupakan wewenang dari WP PKP (Wajib Pajak Perusahaan Kena Pajak maupun Non PKP. Pembuatannya berdasarkan waktu pemungutan pajak terjadi.
Pelaku dari proses pemungutan pajak adalah WP PKP dan Non PKP yang memberikan pendapatan kepada pihak kedua dalam bentuk sebagaimana dijelaskan sebagai kategori tarif PPh 23.
Nantinya pajak yang terkumpul harus masuk dalam penyetoran pajak melalui pihak bank tertunjuk. Sembari pembuatan bukti berjalan untuk menunjukan bahwa kewajiban atas PPh 23 sudah terselesaikan. Baik dari sisi perpajakan, pihak pemungut maupun pihak penerima pendapatan.
Bukti Pemotongan dari PPh 15
Untuk pelaku usaha yang bergerak dalam bidang penerbangan dan pelayaran juga terdapat satu bentuk tarif pajak penghasilan yang perlu Anda perhatikan. Terutama untuk perusahaan atau pribadi yang memperoleh pendapatan dari aktivitas persewaan kendaraan mewah seperti kapal dan pesawat.
Keduanya akan berkaitan dengan pajak penghasilan dengan tarif pasal 15. Tarifnya sendiri akan berkisar pada prosentasi 1,2% dari pendapatan netto.
Setelah perusahaan atau pribadi merampungkan penyetoran pajak atas pendapatan mereka, maka bukti potong pajak harus mereka buat sebagai bukti. Ini menandakan bahwa mereka telah menyelesaikan kewajiban pajak mereka atas PPh 15.
Bukti Potong Pajak PPh 4 ayat 2
Perusahaan yang mencatatkan pendapatan akan dikenakan pajak dengan tarif PPh 4 ayat 2. Ini adalah bentuk pemotongan pajak penghasilan atas omset dan atas pendapatan perusahaan.
Pajak ini biasanya dilaporkan dalam laporan keuangan dengan disertai bukti potong pajak sebagai dokumen penyelesaian pajak dari pendapatan perusahaan.
Bukti Pemotongan terhadap PPh 26
Bilamana perusahaan menjalankan transaksinya di luar negeri dan sebagian dari pendapatan perusahaan berasal dari pendapatan luar negeri. Maka tarif PPh 26 ini mungkin penting untuk kita terapkan.
Biasanya ketika pendapatan datang dari luar negeri, sebenarnya pendapatan tersebut sudah terkena pajak dari tarif negara asal. Sehingga tidak perlu lagi mengalami pengenaan pajak kedua di Indonesia.
Karena itu, perpajakan Indonesia meringankan beban pajak dengan memotong nilai pajak yang terpotong dengan prosentasi pendapatan yang berasal dari luar negeri.
Perubahan tarif dan nilai ini kemudian perlu Anda jelaskan dalam bukti potong pajak. Bahwa tarif pajak telah mengalami penyesuaian karena adanya pengenaan pajak dari luar negeri.
Itulah informasi terkait dengan bukti potong pajak untuk PPh. Nantinya bukti tersebut harus Anda serahkan pada pihak perpajakan saat penyetoran Surat Pemberitahuan Pajak (SPT Pajak). Baik itu bila Anda sampaikan secara langsung, via pos ataupun secara daring.