Metode akuntansi untuk alokasi biaya aset fisik atau berwujud selama masa manfaatnya dikenal sebagai penyusutan atau depresiasi. Biaya-biaya aset ini timbul karena:
- Penggunaan
- Keausan
- Berlalunya waktu
- Keusangan.
Oleh karena itu, definisi staright line depreciation atau depresiasi garis lurus adalah teknik yang digunakan ketika nilai aset akan menurun nilainya dengan tingkat atau jumlah tetap yang sama setiap tahun.
Orang tidak hanya menebak jumlah biaya penyusutan / biaya depresiasi ini. Formula khusus digunakan dalam proses pembukuan untuk menghitung dan mencatat penyusutan untuk setiap aset tetap berwujud.
Apa itu Depresiasi Garis Lurus
Untuk memahami depresiasi garis lurus, pertama-tama Anda perlu memahami cara kerja depresiasi. Kebanyakan orang pernah mengalami ide depresiasi saat membeli mobil. Pengetahuan umum adalah bahwa mobil Anda menurun nilainya saat Anda keluar dari tempat parkir, dan terus turun seiring bertambahnya usia mobil dan semakin jauh berkendara. Penurunan nilai itu? Itu adalah depresiasi!
Jadi, jika depresiasi adalah hilangnya nilai suatu aset.
Depresiasi garis lurus adalah rumus yang memungkinkan Anda menghitung tingkat kerugian dan nilai aset Anda pada titik waktu tertentu. Metode ini dinamakan “garis lurus” karena rumusnya, jika ditata dalam grafik, menghasilkan tren lurus menurun, dengan tingkat kerugian yang sama per tahun.
? Silahkan baca apakah yang dimaksud dengan depresiasi (penyusutan).
Contoh Depresiasi Garis Lurus
Depresiasi = penyusutan.
Apa sebenarnya contoh atau ilustrasi dari depresiasi garis lurus? Bayangkan Anda adalah seorang pengusaha percetakan. Anda berhutang sejumlah besar aset tetap berwujud, yang merupakan benda fisik yang membantu Anda di percetakan selama lebih dari satu tahun. Seiring berjalannya waktu, aset-aset ini menurun dan tidak bernilai sebesar ketika Anda membelinya.
Seorang pengusaha percetakan, katakanlah, membeli mesin cetak seharga Ro 450 juta dan berharap dapat menggunakannya selama 12 tahun. Setelah itu, si pengusaha mungkin akan menjualnya dengan harga sekitar Rp 90 juta. Harga sisa biasanya ditentukan berdasarkan harga aset bekas yang sebanding dan memperhitungkan biaya apa pun yang mungkin dikeluarkan perusahaan cetak untuk menjual atau membuang aset tetap berwujud ini pada akhir masa manfaatnya.
Dalam metode penyusutan garis lurus, biaya aset tetap dikurangi secara merata di setiap periode masa manfaatnya hingga mencapai nilai sisa.
Jika kita memplotkan biaya depresiasi dengan metode garis lurus terhadap waktu, kita akan mendapatkan garis lurus. Bergantung pada frekuensi penghitungan depresiasi, nilai tercatat aset menurun dengan langkah yang sama.
Karena kesederhanaannya, metode garis lurus adalah metode penyusutan yang paling umum. Karena tujuan penyusutan adalah untuk menghapus biaya suatu aset karena menghasilkan manfaat ekonomi, metode garis lurus secara teoritis benar karena banyak aset yang sama produktifnya dalam setiap periode masa manfaatnya.
Jika produktivitas aset menurun dari waktu ke waktu, mungkin lebih tepat untuk menggunakan metode penyusutan yang dipercepat.
Rumus Depresiasi Garis Lurus
Tingkat penyusutan tahunan dengan metode garis lurus sama dengan 1 dibagi masa manfaat dalam beberapa tahun.
Tingkat depresiasi garis lurus tahunan = 1 / Kegunaan selama bertahun-tahun
Dalam metode garis lurus, biaya penyusutan untuk suatu periode dihitung dengan mengalikan jumlah yang dapat didepresiasi (selisih antara biaya dan nilai sisa / sisa) dengan tingkat penyusutan tahunan dan faktor waktu.
Sebagai alternatif, beban penyusutan untuk suatu periode dapat dihitung dengan membagi jumlah yang dapat didepresiasi dengan jumlah periode waktu. Beban penyusutan yang dilakukan dengan metode ini akan selalu sesuai dengan unit waktu yang digunakan untuk menyatakan masa manfaat, yaitu umur manfaat dalam bulan harus digunakan untuk menghitung penyusutan bulanan.
Beban penyusutan garis lurus = Biaya – Nilai Sisa / Masa Guna
Ket: Nilai Sisa adalah Residual Value.
Biaya perolehan adalah jumlah di mana aset tetap dikapitalisasi pada awalnya di neraca pada saat akuisisi.
Nilai sisa (disebut juga residual value) adalah nilai taksiran dari aset tetap pada akhir masa manfaatnya. Karena jumlah yang sama dengan nilai sisa dapat dipulihkan dengan menjual aset atau dari penggunaan alternatifnya, hanya selisih antara biaya dan nilai sisa yang disusutkan.
Masa guna dari aset tetap menunjukkan jumlah periode akuntansi di mana aset tersebut diharapkan dapat menghasilkan manfaat ekonomi.
Karena pembelian aset tetap biasanya tidak bertepatan dengan awal tahun buku, perusahaan harus memutuskan kapan harus memulai / menghentikan depresiasi. Beberapa perusahaan memilih untuk membebankan penyusutan sebulan penuh dalam laporan laba rugi di bulan pembelian aset dan tidak membebankan biaya penyusutan apa pun di bulan pelepasan (penjualan aset), dan sebaliknya.
Entri Jurnal Depresiasi Garis Lurus
Beban penyusutan dapat dicatat dengan menggunakan entri jurnal berikut:
Beban penyusutan | ABCD | |
Akumulasi penyusutan | ABCD |
Kredit selalu diberikan ke akumulasi penyusutan, dan bukan ke akun biaya secara langsung.
Depresiasi garis lurus juga dapat dihitung menggunakan fungsi Microsoft Excel SLN.
Contoh Depresiasi Garis Lurus
Contoh 1: Depresiasi seluruh periode dalam periode pembelian
Pada tanggal 1 Juli 20X1, Perusahaan A membeli kendaraan seharga Rp 200.000.000. Perusahaan mengharapkan kendaraan tersebut akan berguna selama 4 tahun setelah itu dapat dijual seharga Rp 50.000.000. Hitung beban penyusutan untuk tahun buku yang berakhir pada 31 Des 20X1, 20X2, 20X3 dan 20X4.
Solusi:
Jumlah yang dapat disusutkan dari kendaraan tersebut adalah Rp 150.000.000 (biaya Rp 20.000.000 dikurangi nilai sisa Rp 50.000.000) dan masa manfaat adalah 4 tahun.
Beban penyusutan untuk tahun yang berakhir pada 31 Des 20X1 = Rp 150.000.000 ÷ 4 = Rp 37.500.000 per tahun.
Beban penyusutan akan tetap sama selama masa manfaat. Oleh karena itu, sejumlah Rp 37.500.000 akan menjadi beban penyusutan untuk tahun-tahun yang berakhir pada 31 Des 20X2, 20X3 dan 20X4.
Meskipun aset dibeli pada pertengahan tahun, beban penyusutan setahun penuh dibebankan pada tahun 20X1 dan tidak ada beban penyusutan yang dibebankan pada tahun 20X5 karena aset tersebut akan disusutkan sepenuhnya pada akhir tahun 20X4.
Contoh 2: Depresiasi proporsional
Jika Perusahaan A (dalam skenario yang dibahas di atas) memiliki kebijakan pembebanan biaya penyusutan proporsional pada tahun-tahun pembelian dan pelepasan, total biaya penyusutan akan tetap sama, tetapi alokasi berdasarkan periode akan berbeda.
Dalam skenario ini, kendaraan hanya digunakan selama 6 bulan pada tahun keuangan yang berakhir pada 30 Juni 20X1. Beban penyusutan proporsional dihitung dengan mengalikan beban penyusutan garis lurus setahun penuh dengan pecahan yang mewakili bagian tahun buku selama aset digunakan.
Beban penyusutan untuk tahun yang berakhir 30 Juni 20X1 = [(Ro 200 juta – Rp 50 juta) ÷ 4] × 6/12 = Rp 18.750.000
Penyusutan satu tahun penuh akan dibebankan pada tahun buku yang berakhir pada tanggal 30 Juni 20X2, 20X3 dan 20X4, dan beban penyusutan sebagian harus dibebankan pada tahun pelepasan, yaitu tahun buku yang berakhir pada tanggal 30 Juni 20X5.
Penyajian Depresiasi Garis Lurus Dalam Laporan Laba Rugi Dan Neraca
Jadwal penyusutan berikut menyajikan laporan laba rugi aset dan penyajian neraca di setiap tahun.
Depresiasi | Membawa nilai | |
---|---|---|
Membeli | – | 200.000.000 |
Tahun berakhir 20X1-06-30 | 18.750.000 | 181.250.000 |
Tahun berakhir 20X2-06-30 | 37.500.000 | 143.750.000 |
Tahun berakhir 20X3-06-30 | 37.500.000 | 106.250.000 |
Tahun berakhir 20X4-06-30 | 37.500.000 | 68.750.000 |
Tahun berakhir 20X5-06-30 | 18.750.000 | 50.000.000 |
Harap dicatat bahwa nilai tercatat aset tidak akan pernah turun di bawah nilai sisa (residual value) karena ini adalah jumlah yang dapat dipulihkan bahkan ketika aset tersebut tidak lagi digunakan.