Bagi pelaku bidang keuangan ata pelaku bisnis, mungkin pernah mendengar istilah Ebitda. Tetapi tidak benar-benar paham bahwa perhitungan laba dengan metode ini adalah bentuk alternatif dalam menyajikan pelaporan keuangan.
Secara singkat dapat digambarkan bahwa Ebitda adalah indikator penting untuk mengukur keberhasilan usaha. Tetapi apakah sebenarnya Ebitda? Bagaimana pula rumus dan penggunaannya?
Ebitda adalah Indikator Keberhasilan Bagian Operasional
Pernyataan ini tidak salah, karena mengingat Ebitda sendiri merupakan singkatan dari Earning before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization.
Dalam bahasa Indonesia ini dapat kita artikan sebagai pendapatan sebelum bunga, pajak, dan amortisasi yang menjadi indikator finansial untuk melihat profit perusahaan secara kasar.
Ebitda adalah pendapatan bersih perusahaan atas aktivitas operasionalnya. Bagi pelaku usaha ini dianggap sebagai indikator kinerja dari usaha yang perusahaan jalankan.
Namun demikian, dalam kacamata investasi perhitungan laba dalam metode ini tidak cukup akurat. Bahkan Warren Buffet menyampaikan pandangan senada mengenai ini.
Pendapatan dalam gambaran Ebitda sebenarnya tidak cukup memberikan gambaran mengenai pendapatan bersih. Karena ini meniadakan aspek pengeluaran di luar produksi dan operasional.
Sehingga pendapatan dalam gambaran Ebitda juga tidak bisa menunjukan kondisi nyata dari arus kas perusahaan. Tetapi cukup memberi gambaran bagaimana keberhasilan usaha dari perusahaan.
Fungsi Dari Ebitda
Bila banyak pihak yang melihat Ebitda tidak begitu bermanfaat. Lalu apa sebenarnya fungsi dari perhitungan Ebitda?
Sebagai bahan analisa dan perbandingan perusahaan pada bidang usaha sejenis.
Karena aspek biaya non produksi dan operasional pada perusahaan satu dan yang lain belum tentu sama. Tetapi aspek biaya produksi dan operasional pada perusahaan dalam bidang yang sama cenderung akan sama.
Sehingga Ebitda adalah media yang cukup tepat untuk membandingkan kinerja beberapa usaha dalam bidang sejenis. Karena Ebitda mengeliminasi alokasi biaya di luar operasional.
Perbandingan kinerja operasi perusahaan dari tahun ke tahun
Bagi kepentingan internal informasi terkait pendapatan perusahaan secara kotor ini dianggap tepat untuk diperbandingkan. Ini akan memudahkan manajemen untuk melihat kemampuan perusahaan dalam menjalankan operasinya dari masa ke masa.
Untuk laporan pajak
Pajak dihitung khusus dari pendapatan Ebitda ini. Karenanya saat proses pelaporan pajak, laporan Ebitda inilah yang masuk dalam formulir. Nantinya nilai pajak ditentukan berdasarkan prosentasi tertentu dari Ebitda.
Cara untuk memikat investor
Banyak pelaku usaha menggunakan data Ebitda untuk memikat pasar investor. Data dalam Ebitda adalah data tidak real yang seolah menunjukan keuntungan perusahaan yang besar.
Meski banyak investor memahami bahwa data dalam Ebitda sedikit memberi efek manipulatif tetapi faktanya banyak Investor akan mudah tergiur oleh data tersebut.
Kelemahan Dari Ebitda
Memiliki sejumlah fungsi dan manfaat, sebenarnya penggunaan data yang tidak turut serta melibatkan sejumlah elemen biaya non operasional seperti ini juga memiliki kelemahan.
Adapun kelemahan dari sistem Ebitda adalah sebagai berikut.
Data tidak mewakili seluruh pengeluaran
Data ini tidak realtime. Keuntungan yang muncul dalam laporan bukan keuntungan nyata sehingga acapkali mengecoh. Bagi perusahaan data ini bisa memberi efek seolah perusahaan untung besar padahal tidak.
Tidak menunjukan perubahan modal kerja dan aliran kas yang nyata
Akibat dari perhitungan yang tidak aktual, bisa jadi perusahaan tidak benar-benar mendapatkan gambaran akan adanya perubahan pada keuangan mereka.
Utamanya pada aspek modal kerja dan pada aliran kas. Ini karena pengeluaran yang tidak diakui. Bahkan bisa jadi ada sejumlah aset yang mendapatkan penilaian terlalu tinggi dari kenyataannya.
Pernyataan likuiditas yang mengecoh
Keuntungan yang besar akan memberi kesan kekuatan keuangan sangat baik. Padahal keuntungan tersebut tidak aktual, bahkan tidak sesuai standar umum akuntansi.
Sistem ini juga memberi kesan perusahaan memiliki aset besar karena mengabaikan aspek depresiasi dan amortisasi. Akibatnya, ketika perhitungan likuiditas, aset akan terhitung dalam nilai yang berlebihan dan tidak nyata.
Bagaimana Cara Melakukan Perhitungan
Sebagaimana dipahami dari singkatannya, Ebitda sebenarnya adalah perhitungan pendapatan bersih dari operasional. Perhitungan Ebitda mengabaikan atau menghapus keberadaan biaya bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi.
Sebenarnya, perhitungan baku atas Ebitda sendiri tidak ada. Ini karena Ebitda tidak menjadi bagian dari Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) atau juga dikenal di Indonesia sebagai prinsip akuntansi berlaku umum.
Sehingga perusahaan bisa mengintrepretasikan rumusan perhitungan Ebitda dalam cara yang berbeda-beda. Namun dalam rumusan umum, dapat digambarkan bahwa perhitungan Ebitda adalah sebagai berikut ini.
Ebitda = Laba Bersih + Bunga + Pajak + Depresiasi + Amortisasi
Ada pula yang menghitung Ebitda sebagai laba kotor hasil dengan gambaran sebagai berikut.
Ebitda = Pendapatan total – Biaya operasional
(Biaya Operasional meliputi biaya produksi dan non produksi non pajak, non bunga, non depresiasi dan non amortisasi)
Penjelasan Mengapa Ebitda Mengabaikan Bunga, Pajak, Depresiasi dan Amortisasi
Sebagaimana Anda pahami, bahwa Ebitda adalah perhitungan keuntungan kotor yang mengabaikan aspek bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi.
Tetapi apakah sebenarnya alasan sehingga perhitungan semacam ini ada? Mengapa bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi perlu diabaikan?
Bunga (interest)
Bunga adalah biaya yang harus perusahaan keluarkan karena mereka memiliki pinjaman. Pengeluaran bunga secara reguler harus keluar sebagai bagian dari biaya dari pinjaman.
Tentu saja, besaran bunga berkolerasi dengan besaran pinjaman. Sehingga setiap perusahaan akan berhadapan dengan nilai bunga yang berbeda.
Sehingga nilai bunga yang menjadi beban satu perusahaan akan berbeda dengan perusahaan lain. Ini juga memberikan fakta akan besaran prosentasi hutang dalam struktur permodalan perusahaan.
Sehingga, perusahaan kadang memilih menutup perhitungan bunga. Ini akan memberi efek samar akan fakta besaran prosentasi hutang dalam struktur modal. Juga membantu memberikan perhitungan yang lebih menunjukan kinerja relatif dari perusahaan.
Pajak (tax)
Pajak merupakan biaya yang harus menjadi tanggungan perusahaan terkait dengan pendapatan dan aktivitas keuangan lain. Aturan dan tarif pajak sendiri sudah berjalan dengan aturan dari pemerintah.
Jenis pajak sangat bervariasi, tergantung dengan aturan lokal setiap daerah dan negara. Sehingga acapkali investor melihat pendapatan bersih setelah pajak di satu lokasi akan lebih besar dari lokasi lain.
Untuk menyikapi inilah kemudian muncul perhitungan pendapatan sebelum pajak. Mengabaikan keberadaan biaya pajak membantu perusahaan menguatkan kembali tampilan pendapatan mereka.
Data yang muncul dapat menyajikan pendapatan yang lebih menonjolkan hasil dari operasional. Tanpa dikurangi biaya-biaya yang sifatnya berbeda dari satu tempat ke tempat lain.
Depresiasi
Depresiasi adalah penyusutan atas nilai aset. Seperti bila Anda memiliki kendaraan, dalam kurun waktu 10 tahun secara bertahap nilai dari kendaraan tersebut akan menurun setiap tahunnya.
Informasi ini penting karena akan membantu perusahaan menilai aset dengan harga yang lebih realtime.
Faktanya ketika kendaraan tersebut benar-benar Anda jual pada 10 tahun ke depan, tentu saja harganya akan menurun banyak dari harga beli barunya.
Namun, sifat dari biaya penyusutan berbeda dari biaya lain yang berwujud dan bersifat non tunai. Karenanya perusahaan acapkali memilih mengabaikan pos biaya ini.
Meski kemudian beresiko terjadinya penilaian aset yang lebih tinggi dari seharusnya, tetapi perusahaan beranggapan biaya tidak berwujud ini akan membebani pendapatan dengan tidak nyata.
Amortisasi
Selain aset berwujud seperti kendaraan, bangunan, tanah dan lain sebagainya. Perusahaan juga bisa memiliki aset tidak berwujud. Contohnya seperti hak cipta, hak paten, hak waralaba dan lain sebagainya.
Untuk mengantungi aset tidak berwujud inipun perusahaan harus mengeluarkan biaya. Biaya penyediaan aset tidak berwujud ini kemudian diakui secara akuntansi sebagai nilai dari aset tersebut.
Kemudian secara bertahap terjadi penurunan nilai yang bekerja serupa dengan depresiasi. Inilah yang kemudian menyebabkan perusahaan memutuskan mengabaikan amortisasi dalam menghitung Ebitda.
Karena sifatnya sebagai biaya tidak berwujud atau non tunai. Maka sebenarnya biaya ini tidak melibatkan terjadinya aliran kas keluar. Alasan yang menyebabkan amortisasi tidak masuk dalam perhitungan Ebitda.
Pendapatan (earning)
Tidak tuntas rasanya membahas Ebitda bila tidak turut pula membahas soal pendapatan. Karena acapkali pendapatan dalam perhitungan ini menjadi kontroversial.
Karena perusahaan kadang memasukan semua aspek pendapatan ke dalam perhitungan. Tidak hanya pendapatan operasional, tetapi juga pendapatan non operasional.
Padahal sejatinya, perusahaan berkilah perhitungan Ebitda adalah cara untuk menyajikan realitas kekuatan kinerja operasional perusahaan.
Perusahaan mengabaikan biaya non operasional, tetapi tidak mengabaikan pendapatan non operasional. Perhitungan Ebitda yang demikian dianggap rancu dan tidak relatable.
Ebitda adalah perhitungan non baku atas pendapatan perusahaan dengan mengabaikan pos-pos biaya tidak berwujud dan biaya non operasional yang akurasi biayanya tidak bisa diatur oleh perusahaan.
Keberadaan perhitungan Ebitda tidak bisa menjadi standar kondisi keuangan realtime dari perusahaan. Tetapi data ini bisa membantu menunjukan kekuatan kinerja perusahaan dengan lebih efektif.
Jadi perhitungan data pendapatan semacam ini sifatnya hanya membantu meningkatkan penilaian atas perusahaan. Tetapi jangan gunakan data tersebut untuk acuan atas kondisi aktual perusahaan.