Setiap perusahaan tentu saja bertujuan untuk bisa menghasilkan laba. Namun bagaimana bila perusahaan memperoleh laba abnormal? Apakah menghasilkan laba abnormal adalah hal yang bisa kita anggap sebagai hal normal?
Pernahkah Anda mendengar mengenai laba abnormal? Apakah yang membedakannya dari laba yang kita kenal pada umumnya? Serta mengapa laba tersebut dianggap sebagai situasi yang abnormal?
Menariknya, situasi ketika sebuah perusahaan mengantungi laba abnormal justru bisa menjadi sinyal munculnya banyak persaingan baru. Mengapa terjadi hal demikian?
Kita akan mencoba memahami lebih baik mengenai laba abnormal. Juga mengenai bagaimana ini berpengaruh pada pembukuan serta strategi di pasar.
Apa sebenarnya Laba Abnormal?
Laba Abnormal adalah laba yang berhasil perusahaan peroleh dari aktivitas usahanya dengan nilai yang melebihi standar laba normal.
Sebelum perusahaan melepas sebuah produk, perusahaan tentu saja sudah melakukan beragam uji produk dan uji pasar. Data dari rangkaian uji ini akan menjadi landasan perusahaan menentukan markup atas harga pokok dari produk bersangkutan.
Markup ini pada dasarnya adalah ekspektasi laba yang menjadi target perusahaan. Biasanya bersama dengan penentuan markup ini perusahaan akan menentukan target unit penjualan dan strategi pemasaran untuk mencapai target tersebut.
Namun, ketika produk tersebut ternyata mendapatkan respon yang luar biasa di pasar hingga penjualan bergerak dengan sangat cepat. Akibatnya permintaan akan produk tersebut melonjak naik.
Sebagaimana hukum ekonomi bahwa permintaan yang tinggi akan mendongkrak harga, maka produk tersebut tadi mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan.
Ini menyebabkan perusahaan mengantungi laba yang jauh di atas ekspektasi. Situasi dalam gambaran inilah yang kemudian kita kenal sebagai laba abnormal.
Dalam bahasa ekonomi, laba abnormal adalah jenis laba yang nilainya melonjak jauh di atas eskpektasi laba yang menjadi target perusahaan. Kita juga kerap menggunakan bahasa lain seperti laba supernormal untuk istilah yang sama.
Perhitungan Laba Abnormal
Perlu Anda pahami bahwa sebenarnya laba abnormal adalah salah satu bentuk dari laba ekonomi. Jadi di awal Anda perlu menghitung dulu laba ekonomi untuk menentukan apakah laba tersebut termasuk kategori laba normal atau supernormal.
Namun sebelum masuk ke dalam laba ekonomi, kita perlu memahami bahwa terdapat laba akuntansi. Keduanya berkaitan dengan cukup erat tetapi memiliki perbedaan cukup besar.
Laba Akuntansi dan Laba Ekonomi
Dalam pencatatan pembukuan akuntansi, terdapat jenis laba akuntansi dan laba ekonomi. Keduanya memiliki makna berbeda meski saling berkaitan erat satu dengan yang lain.
Laba akuntansi adalah seluruh perolehan laba atas seluruh biaya eksplisit. Biaya eksplisit biasanya kemudian diwakilkan dalam bentuk Harga Pokok Penjualan.
Laba ini yang akan kita cantumkan dalam laporan laba rugi pada akhir periode. Berikut adalah rumus dari laba akuntansi.
Laba Akuntansi = Total Pendapatan – Biaya Eksplisit
Setelah Anda mengantungi data dari laba akuntansi, saatnya Anda menghitung laba ekonomi. Laba ekonomi adalah laba bersih setelah menutup biaya eksplisit dan implisit.
Artinya pendapatan yang perusahaan peroleh tidak hanya menutup biaya operasional, tetapi juga menutup alokasi kekayaan yang digunakan untuk menutup biaya dari transaksi tidak berwujud.
Berikut adalah gambaran mengenai rumus dari laba ekonomi.
Laba ekonomi = Total Pendapatan – ( Biaya eksplisit + Biaya implisit )
Laba ekonomi menunjuk pada keuntungan perusahaan yang lebih nyata. Namun karena biaya implisit ini tidak termasuk biaya operasional, maka biasanya laba ekonomi ini tidak dilaporkan secara formal dalam laporan keuangan.
Apa Sebenarnya Biaya Eksplisit dan Implisit?
Rumus laba ekonomi ini merupakan sebuah penilaian objektif dalam menentukan apakah sebuah laba benar-benar efektif menutup seluruh pos biaya. Ini akan menunjukan kekuatan dari laba sesungguhnya.
Tetapi, apa sebenarnya biaya eksplisit dan biaya implisit? Mengapa keduanya menjadi pertimbangan penting ketika menghitung laba ekonomi?
Biaya eksplisit adalah seluruh bagian biaya yang pengeluarannya real dalam bentuk kas dan teranggarkan. Yang tergolong dalam biaya eksplisit adalah segala biaya terkait operasional produksi. Termasuk di dalamnya adalah biaya variabel total dan biaya tetap total.
Karena pengeluarannya nyata dan terjadi dengan melibatkan akun kas, maka transaksinya akan tercatat pada jurnal umum ( dalam akuntansi ). Sehingga nantinya jenis biaya eksplisit ini akan tercantum dalam pelaporan laba rugi.
Kemudian biaya implisit merupakan jenis biaya yang sifatnya tersirat. Jenis biaya ini mewakili alokasi biaya yang tidak berwujud. Kita sebut sebagai biaya tidak berwujud karena memang tidak ada transaksi nyata dan tidak ada pula proses penyerahan kas untuk pembayaran.
Namun biaya tersebut ada dan karenanya harus kita akui. Termasuk dalam jenis biaya implisit adalah biaya penyusutan, biaya amortisasi dan lain sebagainya.
Meski penyusutan bukan transaksi nyata, tetapi faktanya setiap aset memang akan menurun nilainya. Penurunan nilai ini tidak dapat kita ingkari keberadaanya sehingga harus untuk diakui dalam pencatatan.
Namun karena tidak ada transaksi nyata maka pencatatannya terpisah pada jurnal penyesuaian. Sifat dari biaya implisit adalah merevisi data neraca saldo untuk mendapatkan nilai sebenarnya dari akun-akun dengan lebih akurat.
Laba Normal dan Laba Abnormal
Setelah Anda menghitung laba ekonomi, barulah bisa kita simpulkan apakah laba ekonomi tersebut termasuk abnormal atau tidak.
Laba akan masuk dalam kategori laba abnormal ketika total seluruh laba memiliki nilai lebih tinggi dari nilai laba ekonomi.
Kemudian laba normal adalah seluruh nilai yang harus perusahaan keluarkan untuk menutup biaya implisit.
Sehingga ketika laba ekonomi yang dihasilkan sama dengan 0, maka tidak ada laba abnormal yang dihasilkan. Dalam kata lain, laba akuntansi sama besarnya dengan seluruh alokasi biaya implisit.
Laba ekonomi yang mencapai angka 0 sudah dapat dimasukan sebagai laba, bukan titik impas. Karena sudah ada kelebihan laba yang bisa kita alokasikan untuk mengganti nilai aset yang dikeluarkan untuk biaya tidak berwujud.
Artinya, secara general tidak ada penurunan nilai aset total, meski beberapa item aset akan mengalami penurunan nilai.
Mari coba contohkan dalam kasus berikut ini.
Perusahaan A menjual produk dalam 1 tahun dengan jumlah pendapatan total sebesar Rp 50 juta. Total biaya eksplisit dari perusahaan memproduksi dan menjual produk tersebut sebesar Rp 35 juta. Kemudian, biaya implisit berupa penyusutan mesin dan gedung sebesar Rp 5 juta.
Berikut adalah perhitungan laba akuntansi dan laba ekonomi nya.
Laba akuntansi = Rp 50.000.000 – Rp 35.000.000 = Rp 15.000.000
Laba ekonomi = Rp 15.000.000 – Rp 5.000.000 = Rp 10.000.000
Dari gambaran di atas, kita ketahui bahwa laba ekonomi yang perusahaan dapatkan sebesar Rp 10 juta. Ini menandakan adanya laba abnormal sebesar Rp 10 juta untuk perusahaan tersebut.
Laba Abnormal Dalam Akuntansi
Sebagaimana sudah kami sampaikan bahwa tidak ada pencatatan khusus yang mengakui adanya laba ekonomi. Tetapi keberadaannya sangat membantu meningkatkan performa perusahaan.
Sebenarnya alokasi biaya implisit sendiri sudah diakui dalam jurnal penyesuaian. Sifatnya akan mengurangi nilai aset non kas atau kekayaan lain selain aset lancar.
Kita coba kembali gambarkan situasi mengenai laba ekonomi, laba normal dan laba abnormal dengan contoh berikut ini.
Pada tahun pertama penjualan, PT A membukuan pendapatan sebesar Rp 50 juta. Untuk operasional, perusahaan keluarkan biaya eksplisit sebesar Rp 40 juta. Kemudian total biaya implisit perusahaan mencapai 10 juta.
Berikut nilai seluruh aset perusahaan sebelum perhitungan laba
Kas Rp 10.000.000
Persediaan Rp 2.000.000
Aset tetap Rp 100.000.000
TOTAL ASET Rp 112.000.000
Mari kita hitung dulu laba akuntansi dan laba ekonominya.
Laba akuntansi = Rp 50.000.000 – Rp 40.000.000 = Rp 10.000.000
Laba ekonomi = Rp 50.000.000 – (Rp 40.000.000 + Rp 10.000.000 ) = Rp 0
Maka berikut adalah nilai aset setelah perhitungan laba, dengan asumsi seluruh laba akuntansi teralokasikan sebagai kas.
Kas Rp 20.000.000
Persediaan Rp 2.000.000
Aset tetap Rp 90.000.000
TOTAL ASET Rp 112.000.000
Total aset perusahaan tetap dan tidak ada perubahan. Karena laba akuntansi yang perusahaan peroleh sama dengan nilai biaya implisitnya. Sehingga laba tersebut menyebabkan nilai total aset tidak menurun setelah penjualan.
Sehingga bila terjadi laba abnormal sudah tentu sifatnya akan semakin meningkatkan nilai total aset atau kekayaan dari perusahaan.
Keberadaan Laba Supernormal Terhadap Strategi Perusahaan
Keberadaan laba ekonomi yang tinggi pada umumnya akan perusahaan rahasiakan dari umum. Tak jarang perusahaan akan mengakui biaya implisit di atas nilai sebenarnya untuk menutupi keberadaan laba tinggi tersebut.
Karena ketika masyarakat mengetahui keberadaan laba abnormal ini, biasanya akan banyak pemain baru memasuki pasar karena tergiur oleh potensi keuntungannya.
Masalahnya bila persaingan semakin tinggi dan semakin banyak pemain baru, maka besar kemungkinan harga akan tertarik turun. Akibatnya perusahaan tidak lagi bisa memperoleh laba besar sebagaimana sebelumnya.
Karena itu biasanya perusahaan akan menutupi fakta besarnya keuntungan ini dari masyarakat. Supaya tidak banyak pihak yang tau potensi dari produk yang perusahaan jual.
Di sisi lain, perusahaan juga biasanya menutup jalur distribusi, menutup jalur suplai untuk mencegah pemain baru mendapatkan jalur yang sama. Tujuannya supaya pemain baru dalam pasar tidak mudah untuk menunjukan daya saing terbaiknya terhadap perusahaan.
Ini menjadi upaya lazim untuk mempertahankan laba abnormal yang sudah perusahaan dapatkan. Karena mengantungi laba besar dari usaha yang perusahaan jalankan menjadi privilege yang sulit untuk