Metode LIFO adalah pilihan alternatif dalam pengelolaan persediaan dalam gudang. Biasanya pilihan ini menjadi metode untuk perusahaan yang tidak dapat menerapkan metode FIFO dalam pergudangan mereka.
Tetapi apa sebenarnya LIFO dan bagaimana bedanya dengan FIFO? Apa keistimewaan LIFO dalam sistem manajemen persediaan?
Pengertian LIFO adalah
LIFO adalah singkatan dari Last In First Out. Dalam bahasa Indonesia ini berarti masuk terakhir akan keluar lebih awal.
Dalam gambaran singkatnya metode ini merujuk pada sistem pengelolaan gudang dimana persediaan yang masuk paling akhir akan menjadi prioritas utama untuk keluar gudang lebih awal. Singkatnya, barang masuk belakangan akan keluar terlebih dulu.
Metode LIFO jelas berlawanan dengan konsep sistem manajemen persediaan yang telah kita bahas sebelumnya, metode FIFO. Karena dalam FIFO justru menerapkan prinsip barang yang masuk lebih awal akan keluar lebih dulu.
Mengapa Perusahaan Menerapkan Prinsip Last In First Out
Kebanyakan perusahaan lebih menyukai prinsip kelola gudang dengan metode FIFO. Metode ini dianggap lebih simpel dan mudah untuk diterapkan.
Tidak heran kalau Anda akan lebih kerap menemukan penerapan metod FIFO ketimbang metode LIFO serta metode lain seperti Average.
Namun demikian, ada perusahaan yang jenis produk dalam persediaannya tidak dapat menggunakan sistem FIFO.
Adapun perusahaan yang lebih tepat untuk menerapkan prinsip Last In First Out dalam tata kelola persediaan mereka adalah sebagai berikut.
Perusahaan yang harga pokok produksinya berubah-ubah
Ada perusahaan yang nilai pembelanjaan persediaannya akan berubah-ubah setiap waktunya. Ini terjadi karena produk atau bahan baku terkait memiliki harga yang berfluktuasi setiap waktunya.
Pada kondisi demikian, biasanya perusahaan akan memilih optimalkan penjualan produk stok terbaru. Hingga sistem LIFO lebih tepat untuk mereka terapkan dalam sistem persediaan.
Karena produk terbaru memiliki HPP aktual dari kondisi harga sekarang. Sehingga memudahkan perusahaan mengontrol biaya dan pendapatan kotor dengan lebih efektif.
Perusahaan yang produknya memprioritasnya inovasi
Perusahaan yang berbasis inovasi biasanya secara berkala memutakhirkan kemampuan dan nilai manfaat produknya. Sehingga produk terbaru sudah tentu memiliki nilai manfaat lebih baik dari produk dari stok lama.
Pada kondisi demikian sistem LIFO juga memberikan manfaat lebih baik. Sehingga perusahaan bisa mengoptimalkan penjualan produk terbaru dengan inovasi lebih mutakhir.
Sementara pada jenis perusahaan semacam ini, justru barang dari stok lama bisa jadi harus mereka jual dengan harga potongan. Karena biasanya produk stok lama tidak lagi sesuai dengan perkembangan inovasi terkini dan tidak lagi menarik minat konsumen.
Justru karena itu, produk terbaru dengan inovasi mutakhir harus terjual dengan optimal. Sehingga tidak banyak menyisakan stok ketika periode inovasi lain muncul kembali.
Selain karena adanya fakta bahwa produk lama bisa jadi memiliki besaran HPP yang berbeda dari HPP dari produk terbaru dengan inovasi mutakhir.
Perusahaan yang produknya memprioritaskan tren
Sebagaimana terjadi pada perusahaan dengan konsep inovasi. Perusahaan dengan prioritas tren juga acapkali harus memaksimalkan penjualan produk terbarunya sebelum tren kembali bergeser.
Setiap produk diciptakan dengan memperhatikan tren paling mutakhir di masyarakat. Harapannya tren akan menggiring pasar untuk tertarik dengan produk tersebut.
Namun, ketika tren sudah kembali bergeser, produk tersebut otomatis akan kehilangan daya tarik dan tidak lagi laku di pasaran.
Untuk itu, sistem persediaan LIFO menjadi pilihan dalam pergudangan mereka. Karena LIFO akan membantu memaksimalkan penjualan produk terbaru sebelum tren kembali berubah dan produk tidak lagi menarik di pasaran.
Sementara kita pahami, akan ada kemungkinan cukup besar produk stok lama akan memiliki nilai HPP yang berbeda dari produk baru yang lebih trendy.
Penerapan Last In First Out Dalam Akuntansi Perusahaan
Ada sedikit catatan ketika sebuah perusahaan akan menggunakan metode ini dalam sistem persediaan mereka. Ini karena pada dasarnya dalam pandangan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) sistem FIFO lebih akurat dan aktual dalam mewakili perhitungan sistem persediaan.
Sejumlah catatan dalam penerapan sistem LIFO pada perusahaan adalah sebagai berikut ini.
Tidak semua sepakat dengan penggunaan sistem Last In First Out
Perusahaan yang akan menerapkan sistem LIFO harus memiliki alasan kuat dan diterima dalam PSAK atau Generally Accepted Accounting Principles (GAAP).
Namun demikian dalam kacamata International Financial Reporting Standards (IFRS) sistem LIFO ini tidak diterima secara umum. Sehingga sistem ini tidak boleh diterapkan dengan alasan apapun.
Dalam pandangan IFRS, penerapan sistem perhitungan LIFO ini memiliki efek cukup menguntungkan terhadap nilai besaran pajak. Karenanya dianggap sebagai bentuk upaya manipulasi untuk perusahaan mendapatkan tarif pajak lebih kecil.
Potensi munculnya pencatatan yang dianggap kurang akurat
Sistem Last In First Out acapkali menimbulkan kerancuan dalam perhitungan persediaan. Kadang ini menyebabkan perhitungan persediaan akhir yang tidak akurat.
Ini merujuk pada penerapan sistem persediaan metode LIFO ini pada satu jenis produk namun dengan fluktuasi harga perolehan yang berbeda-beda. Sehingga catatan saldo akhir persediaan akan sulit untuk ditelusuri.
Kondisi ini pula yang kemudian memunculkan anggapan bahwa metode LIFO akan membuka pintu terjadinya manipulasi, penggelapan dan permainan data.
Selain itu, ketika inflasi terjadi metode LIFO akan mengganggu aktualitas dan validitas data keuangan. metode LIFO pada era inflasi akan menghasilkan nilai laba bersih pada angka lebih rendah.
Karena HPP yang digunakan pada penjualan menggunakan HPP terbaru yang sudah terpengaruh kondisi inflasi, sehingga HPP akan cenderung tinggi. Seolah mengabaikan fakta bahwa dalam persediaan terdapat produk dengan nilai HPP yang lebih rendah.
Namun pada sisi lain , akan muncul data persediaan yang lebih rendah dari nilai nyata sesuai dengan tingkat harga saat inflasi.
Ini karena stok yang tersedia terakumulasi dari HPP stok lama yang masih menggunakan harga rendah sebelum inflasi terjadi. Padahal nilai stok sebenarnya secara fisik akan lebih tinggi bila menggunakan perhitungan HPP terbaru sesuai perubahan inflasi yang terjadi.
Contoh Penerapan Prinsip LIFO dalam Perhitungan akuntansi Persediaan
Untuk memudahkan Anda memahami bagaimana cara kerja dari sistem LIFO ini pada sistem manajemen persediaan. Mari kita coba gambarkan penerapannya dalam contoh kasus berikut ini.
Terdapat sebuah perusahaan yang bergerak dalam produksi sepeda menghasilkan satu jenis sepeda dengan nilai Harga Pokok Penjualan yang berbeda-beda untuk setiap periode produksinya.
Berikut adalah data HPP atas stok sepeda yang mereka produksi berdasarkan data gudang terbaru.
- Periode 1 sebanyak 200 unit dengan HPP / unitnya Rp 600.000
- Periode 2 sebanyak 150 unit dengan HPP / unitnya Rp 650.000
- Periode 3 sebanyak 150 unit dengan HPP / unitnya Rp 700.000
Saat ini perusahaan mencapai target penjualan sebanyak 250 unit dengan harga jual sebesar Rp 1.000.000
Data persediaan yang dihasilkan dari penerapan metode LIFO
Total persediaan sebelum transaksi
150 unit x Rp 700.000 = Rp 105.000.000
150 unit x Rp 650.000 = Rp 97.500.000
200 unit x Rp 600.000 = Rp 120.000.000
Total saldo persediaan awal = Rp 322.500.000
Total 250 unit terjual dengan rincian HPP sebagai berikut.
150 unit x Rp 700.000 = Rp 105.000.000
100 unit x Rp 650.000 = Rp 65.000.000
Total HPP sebesar = Rp 170.000.000
Sisa Persediaan = Rp 322.500.000 – 170.000.000 = Rp 152.500.000
Total Penjualan 250 unit sepeda
Total Penjualan = 250 unit x Rp 1.000.000 = Rp 250.000.000
Nilai keuntungan = Rp 250.000.000 – Rp 170.000.000 = Rp 80.000.000
Dari perhitungan di atas dapat kita tarik kesimpulan, bahwa keuntungan dari penjualan 250 unit sepeda akan sebesar Rp 80 juta dengan nilai akhir persediaan sebesar Rp 152,5 jt untuk sisa persediaan sebanyak 250 unit.
Data persediaan dalam hitungan metode FIFO
Mari kita bandingkan bagaimana bila data yang sama kita hitung dengan menggunakan metode FIFO. Kemudian kita bandingkan dengan hasil perhitungan dari metode LIFO tadi.
Total persediaan sebelum transaksi
200 unit x Rp 600.000 = Rp 120.000.000
150 unit x Rp 700.000 = Rp 105.000.000
150 unit x Rp 650.000 = Rp 97.500.000
Total saldo persediaan awal = Rp 322.500.000
Total 250 unit terjual dengan rincian HPP sebagai berikut.
200 unit x Rp 600.000 = Rp 120.000.000
50 unit x Rp 650.000 = Rp 32.500.000
Total HPP sebesar = Rp 152.500.000
Sisa Persediaan = Rp 322.500.000 – 152.500.000 = Rp 170.000.000
Total Penjualan 250 unit sepeda
Total Penjualan = 250 unit x Rp 1.000.000 = Rp 250.000.000
Nilai keuntungan = Rp 250.000.000 – Rp 152.500.000 = Rp 97.500.000
Dengan menerapkan perhitungan metode FIFO kita mendapatkan data yang berbeda. Terhitung bahwa keuntungan dari penjualan 250 unit sepeda menjadi sebesar Rp 97.5 juta dengan nilai akhir persediaan sebesar Rp 170 jt untuk sisa persediaan sebanyak 250 unit.
Artinya, menurut perhitungan LIFO nilai total persediaan menjadi lebih kecil meski secara fisik unitnya sama. di sisi lain nilai keuntungan dari perhitungan metode LIFO juga menjadi lebih kecil daripada keuntungan yang kita dapatkan dari perhitungan metode FIFO.
Inilah alasan mengapa akurasi metode LIFO sebagai perhitungan dan tata kelola persediaan diragukan akurasi dan validitasnya.