Menurut teori keynes inflasi disebabkan oleh.
Pengantar
Inflasi merupakan fenomena moneter yang selalu menjadi perhatian utama bank sentral atau otoritas moneter. Pasalnya, inflasi yang tidak terkendali akan menggerus daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa sehingga kesejahteraan masyarakat menurun.
Oleh karena itu, pengendalian inflasi merupakan tugas penting yang diemban bank sentral atau otoritas moneter dalam mendukung tercapainya peningkatan kesejahteraan rakyat.
Setiap negara menginginkan terciptanya laju inflasi yang rendah dan stabil. Bank sentral dapat mengendalikan inflasi dari sisi permintaan agregat, yaitu dengan kebijakan moneter yang bertujuan mengendalikan pertumbuhan jumlah uang beredar.
Namun, kebijakan yang dapat memengaruhi sisi permintaan agregat tidak hanya berasal dari kebijakan moneter, tetapi juga dari kebijakan fiskal (pemerintah), seperti kebijakan perpajakan dan kebijakan terkait pengeluaran belanja pemerintah.
Oleh karena itu, koordinasi yang erat antara otoritas moneter dan otoritas fiskal harus terus dilakukan agar permintaan agregat dapat dikelola dengan baik.
Selain itu, inflasi juga dapat bersumber dari sisi penawaran agregat. Kelangkaan barang dan jasa di tengah tingginya permintaan masyarakat dapat mendorong laju inflasi yang berlebihan. Ketersediaan barang dan jasa dalam jumlah yang memadai di tempat yang membutuhkan juga merupakan tantangan dalam pengendalian inflasi.
Pengertian Inflasi
Dalam konsep makroekonomi, inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus.
Sebagai contoh, tarif hotel dan tarif angkutan udara meningkat pada saat akhir minggu atau musim liburan. Kenaikan ini terjadi karena meningkatnya permintaan (demand) akan jasa transportasi dan penginapan.
Inflasi adalah indikator makroekonomi yang sangat penting karena memengaruhi nilai uang sehingga dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat.
Teori Inflasi
Menurut teori keynes inflasi disebabkan oleh
Proses inflasi, menurut Keynes, adalah proses perebutan pendapatan di antara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang dapat disediakan oleh masyarakat.
Inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan menyebabkan celah inflasi (inflationary gap).
Proses inflasi akan terus berlangsung selama jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan. Inflasi akan berhenti apabila permintaan efektif total pada harga yang berlaku tidak melebihi jumlah output yang tersedia.
Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak serta merta dapat ditingkatkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat.
Oleh karenanya, sama seperti pandangan kaum monetarist, Keynesian model lebih banyak digunakan untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek.
Model ini mengasumsikan bahwa perekonomian sudah berada pada tingkat full employment yang berarti bahwa tingkat pasokan produk (penawaran agregat) tidak dapat ditingkatkan lagi.
Menurut Keynes, inflasi permintaan yang benar-benar penting adalah yang ditimbulkan oleh peningkatan pengeluaran konsumsi, peningkatan investasi swasta (karena suku bunga kredit murah) serta peningkatan pengeluaran pemerintah (yang dibiayai dengan pencetakan uang baru).
Pengukuran Inflasi
Pengukuran inflasi umumnya diukur dalam ruang lingkup yang luas yaitu total kenaikan harga-harga atau peningkatan biaya hidup di suatu negara.
Angka indeks yang umum dipakai untuk menghitung besarnya inflasi adalah:
-
Producer Price Index (PPI)/Indeks Harga Produsen (IHP)
Producer Price Index atau Indeks Harga Produsen (IHP) mengukur perubahan harga yang diterima produsen domestik untuk barang yang mereka hasilkan. IHP mengukur tingkat harga yang terjadi pada tingkat produsen.
-
Wholesale Price Index/Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)
Indeks Harga Perdagangan Besar mengukur perubahan harga untuk transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dan pembeli/ pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama. Di beberapa negara termasuk Indonesia, IHPB merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditas-komoditas yang diperdagangkan di suatu daerah.
-
Consumer Price Index (CPI)/Indeks Harga Konsumen (IHK)
Consumer Price Index adalah indeks yang yang paling banyak digunakan dalam penghitungan inflasi. Indeks ini disusun dari harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat. Jumlah barang dan jasa yang digunakan dalam penghitungan angka indeks tersebut berbeda antarnegara dan antarwaktu, bergantung pada pola konsumsi masyarakat akan barang dan jasa tersebut
Sebagai contoh, di Indonesia pada awalnya hanya digunakan sembilan bahan pokok (meliputi pangan, sandang, dan perumahan) yang dikonsumsi masyarakat. Dalam perkembangannya, jumlah barang dan jasa tersebut berkembang menjadi semakin banyak dan tidak hanya meliputi pangan, sandang, dan papan, tetapi juga mencakup, antara lain, jasa kesehatan dan pendidikan.
Indikator Umum Inflasi
Selain 3 indikator umum inflasi yang telah disebutkan di atas, terdapat juga dua indikator inflasi lainnya yang dapat dijadikan alat ukur perubahan tingkat harga, yaitu:
-
PDB Deflator (Produk Domestik Bruto Deflator)
PDB deflator mengukur perubahan harga dalam perekonomian secara keseluruhan. Cakupan perubahan harga yang diukur dalam PDB deflator lebih luas dibandingkan dengan IHK dan IHPB. Angka deflator tersebut dihitung dengan membandingkan PDB nominal pada suatu tahun tertentu dengan PDB pada tahun tertentu yang ditetapkan. Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi dan jasa.
-
Indeks Harga Aset (HA)
Perilaku pergerakan harga aset, baik aset berupa properti dan saham, dapat dijadikan indikator adanya tekanan terhadap harga secara keseluruhan. Dalam hal ini, indeks harga aset (IHA) mencerminkan potensi tekanan permintaan ke depan melalui jalur wealth effect.
Contoh Penghitungan Inflasi
Contoh penghitungan inflasi ini dapat membantu kita memahami bagaimana inflasi terjadi. Rumus penghitungan inflasi sebagai berikut:

-
Penghitungan inflasi tahunan (yoy)
Apabila indeks harga konsumen dengan tahun dasar 2007=100 pada September 2012 sebesar 134.45 dan angka indeks tersebut dengan tahun dasar yang sama pada September 2013 menjadi 145,74, maka inflasi tahunan pada bulan September 2013 adalah 8,40%.2 Perkembangan kenaikan harga sejumlah barang dan jasa secara umum dalam suatu periode waktu ke waktu tersebut disebut sebagai laju inflasi (inflation rate).
-
Penghitungan inflasi triwulanan (qtq)
Apabila angka indeks harga konsumen pada kuartal I (Maret) 2013 adalah sebesar 138,78 dan pada kuartal II (Juni) 2013 adalah sebesar 140,03, maka inflasi kuartalan (qtq) pada kuartal II 2013 adalah sebesar 0,90%
-
Penghitungan inflasi bulanan (mtm)
Apabila angka indeks harga konsumen pada Mei 2014 adalah 111,35 kemudian pada bulan Juni 2014 indeks harga konsumen berubah menjadi 112,01, maka inflasi bulanan (mtm) pada bulan Juni 2014 adalah sebesar 0,43%.
Dampak Inflasi
Secara umum dampak inflasi yang tinggi dan tidak stabil adalah:
-
Penurunan daya beli (purchasing power)
Inflasi yang tinggi akan mengurangi daya beli karena nilai uang yang semakin rendah. Dengan nilai uang yang sama, jumlah barang dan jasa yang dapat dibeli akan berkurang jumlahnya. Dampak penurunan nilai mata uang sebagai akibat inflasi tidak sama terhadap seluruh masyarakat.
Kelompok masyarakat yang berpenghasilan tetap dan berpenghasilan rendah adalah yang paling dirugikan akibat inflasi. Apabila hal ini dibiarkan dapat menimbulkan masalah sosial, seperti meningkatnya aksi buruh untuk kenaikan upah dan meningkatnya kemiskinan.
-
Kondisi ketidakpastian
Inflasi yang tinggi dan tidak stabil menimbulkan ketidakpastian bagi masyarakat. Masyarakat akan kesulitan untuk menentukan alokasi dananya. Masyarakat cenderung menyimpan dananya dalam bentuk aset fisik dibandingkan tabungan di bank. Oleh karenanya, inflasi mengurangi insentif untuk menabung.
Bagi dunia usaha, inflasi yang tinggi akan mengurangi insentif untuk investasi, karena ketidakpastian akan profit dan biaya di masa depan. Kondisi ketidakpastian ini dalam jangka panjang akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
-
Berkurangnya daya saing produk nasional
Inflasi yang tinggi membuat biaya produksi juga tinggi sehingga barang produksi nasional menjadi tidak kompetitif, baik untuk dikonsumsi dalam negeri maupun diekspor. Hal ini akan mendorong peningkatan impor yang akan berpengaruh terhadap performa neraca perdagangan dan neraca pembayaran.
Di artikel lain kita akan membahas komponen inflasi dan pengendalian inflasi. Semoga artikel ini bermanfaat. Sehat dan sukses selalu!
Referensi:
Buku Inflasi di Indonesia : Karakteristik dan Pengendaliannya oleh Bank Indonesia 2015