Salah satu elemen penting dalam perhitungan pajak penghasilan menurut PPh 21 adalah Penghasilan Tidak Kena Pajak atau PTKP.
Keberadaan PTKP membantu menjadikan nilai pajak penghasilan menjadi lebih rasional dan sesuai dengan beban hidup Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP).
Tetapi bagaimana sebenarnya penerapan dari Penghasilan Tidak Kena Pajak ini dalam perhitungan? Bagaimana pula prinsip dasar dalam perhitungannya?
Apa pengaruh atas penerapan aturan nilai nominal Penghasilan Tidak Kena Pajak ini pada besaran nilai pajak yang harus WPOP tanggung?
Apa Sebenarnya PTKP?
PTKP alias Penghasilan Tidak Kena Pajak merupakan nilai nominal pendapatan yang bebas dari potongan pajak. Artinya selama pendapatan yang WPOP dapatkan berada sama dengan atau lebih kecil dari nominal tersebut, maka WPOP tersebut tidak harus membayar pajak.
Nilai ini menjadi acuan utama atas pengenaan perhitungan PPh 21 terhadap penghasilan wajib pajak perorangan. terutama untuk mereka dengan penghasilan yang berkesinambungan seperti dengan gaji, upah rutin, komisi yang datang secara berketerusan dan lain sebagainya.
Nilai atas Penghasilan Tidak Kena Pajak mengacu pada perkiraan standar hidup layak atau beban hidup yang sesuai menurut tahun berjalan. Untuk itu biasanya nilai dari nominal Penghasilan Tidak Kena Pajak akan terus diperbarui dari waktu ke waktu.
Seperti untuk tahun 2023 ini, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan nilai PTKP untuk tahun 2023. Ini telah mengalami penyesuaian dengan kepantasan hidup saat ini dibandingkan dengan nilai nominal Penghasilan Tidak Kena Pajak tahun sebelumnya.
Peraturan terkait penerapan Pajak Penghasilan sendiri sudah ada di Indonesia sejak tahun 1983. Sejak itu, penerapan standar Penghasilan Tidak Kena Pajak juga sudah berjalan.
Sementara untuk dasar hukum terkait aturan PTKP ini dapat Anda temukan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 7. Kemudian aturan bersangkutan telah mengalami perubahan pada UU Nomor 7 Tahun 2021 atau UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Total sudah terjadi revisi sebanyak 8 kali atas nilai standar Penghasilan Tidak Kena Pajak. Biasanya selain karena alasan kepantasan, perubahan atau kenaikan nilai PTKP juga beralasan kondisi fiskal.
Perubahan nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak akan memberi pengaruh terhadap anggaran APBN dan tax ratio negara bersangkutan.
Kita akan membahas soal pengaruh PTKP ini sebagai kebijakan fiskal pada kesempatan lain. Saat ini kita akan mencoba membahas soal bagaimana penerapan PTKP dalam pendekatan akuntansi, terutama terkait dengan perhitungan PPh 21 saja.
Peran Pedapatan Tidak Kena Pajak
Untuk kepentingan personal, kehadiran batasan nominal Penghasilan Tidak Kena Pajak ini tentu saja sangat membantu. Terutama untuk wajib pajak yang memiliki tingkat penghasilan rendah.
Karena PTKP akan membantu membatasi nilai pendapatan yang terkena potongan pajak. Tanpa batasan ini maka pemotongan akan berlaku atas seluruh nilai pendapatan.
Bagi mereka dengan tingkat pendapatan kecil tentu saja ini akan sangat memberatkan. Karena itu pemerintah memberikan kelonggaran bagi penduduk dengan pendapatan kecil supaya tetap dapat mempertahankan kelayakan hidup tanpa potongan pajak yang mencekik.
Bagi pemerintah, penerapan Penghasilan Tidak Kena Pajak ini juga memberi efek positif terhadap daya beli masyarakat. Semakin tinggi nilai PTKP semakin baik daya beli masyarakat di pasar. Ini akan menginjeksi efek positif terhadap tingkat putaran uang di pasar.
Prinsip Dasar Perhitungan Pedapatan Tidak Kena Pajak
Penghasilan Tidak Kena Pajak merupakan elemen penting dalam menentukan nilai PKP atau Penghasilan Kena Pajak. Ketika nilai penghasilan kotor sudah Anda peroleh, maka kita harus mengurangkannya dengan biaya-biaya sehingga Anda mendapatkan nilai pendapatan bersih.
penghasilan bersih ini kemudian Anda kurangkan lagi dengan nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak. Bila hasil pengurangan ini bernilai 0, artinya seluruh pendapatan bersih Anda sama besarnya dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Bila demikian, maka Anda tidak perlu membayar pajak. Karena dianggap pendapatan Anda masih berada di batasan kelayakan hidup.
Namun, bila setelah proses pengurangan tersebut, masih terdapat sisa penghasilan, maka nilai sisa tersebut kita jadikan PKP. Penghasilan Kena Pajak ini akan dikenakan tarif pajak sesuai dengan tarif pajak PPh 21.
Ini karena asumsinya pendapatan Anda sudah berada di atas nilai kelayakan hidup minimal. Sehingga Anda sudah bisa dibebankan dengan potongan pajak.
PTKP sendiri terdiri atas 3 elemen utama. 3 elemen tersebut adalah sebagai berikut.
- Nilai kelayakan hidup pribadi
- Nilai kelayakan hidup setelah menikah dengan tanggungan istri
- Nilai kelayakan hidup dengan tanggungan keluarga sedarah selain istri
Karena tentu saja beban yang ditanggung oleh seseorang yang sudah menikah dan belum menikah akan berbeda. Demikian pula beban hidup atas orang yang tidak menanggung anak atau saudara dengan mereka dengan tanggungan 2 anak akan berbeda.
Jadi aturan Penghasilan Tidak Kena Pajak ini merujuk pada fakta bahwa setiap wajib pajak akan memiliki beban biaya hidup yang sesuai dengan tingkat kebutuhan dan situasi masing-masing.
Nilai PTKP Terbaru 2023
Sebagaimana sudah kami jelaskan bahwa nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak akan selalu mengalami pembaruan. Ini agar nilai PTKP akan sesuai dengan standar kelayakan hidup tahun berjalan.
Penentuan besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak dilakukan oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak. Penetapannya sendiri berdasarkan pada aturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No. 101/PMK.010/2016 tentang penyesuaian PTKP.
Pembaruan nilai batasannya sendiri secara umum merujuk pada 3 aspek. Ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut.
- Indeks biaya hidup
- Nilai upah minimum yang berlaku secara umum
- Tingkat inflasi
Berikut adalah nilai PTKP menurut pembaruan terbaru pada tahun 2023.
-
Nominal Penghasilan Tidak Kena Pajak atas diri Wajib Pajak Orang Pribadi adalah senilai Rp54.000.000
-
Besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak tambahan untuk wajib pajak yang kawin atau telah memiliki tanggungan istri adalah Rp4.500.000
-
Penghasilan Tidak Kena Pajak tambahan yang dikenakan atas penghasilan istri dengan penghasilan suami digabung adalah RP54.000.000
-
Besar Penghasilan Tidak Kena Pajak tambahan untuk setiap tanggungan baik itu tanggungan karena hubungan sedarah atau semenda yaitu Rp4.500.000 perorang.
Perlu dijelaskan bahwa tanggungan dalam poin 4 ini hanya bisa maksimal 3 orang dan meliputi dua bentuk.
- Hubungan sedarah seperti anak kandung, keponakan, orang tua, saudara kandung
- Hubungan semenda seperti mertua, ipar, anak tiri, anak angkat
Kemudian, nantinya kita mengenal kode-kode khusus untuk WPOP. Kode ini menunjukan pada status pernikahan dan jumlah beban yang menjadi tanggungan WPOP.
Kode itu dapat Anda lihat dalam penggambaran berikut.
TK : Tidak Kawin
K : Kawin
/0 : Tidak ada tanggungan
/1 : Memiliki 1 tanggungan dalam kategori poin 4
/2 : Memiliki 2 tanggungan dalam kategori poin 4
/3 : Memiliki 3 tanggungan dalam kategori poin 4
/I : istri juga mendapatkan beban pajak dari penghasilannya
Sehingga bila seorang WPOP memiliki kode status K/2 artinya WPOP tersebut sudah berstatus menikah dengan tanggungan 1 istri dan 2 orang lain yang terkait hubungan darah atau semenda.
Sementara bila seorang WPOP memiliki kode status TK/3 artinya WPOP bersangkutan berstatus belum menikah, tetapi sudah memiliki 3 tanggungan karena hubungan darah atau semenda.
Terdapat pula status dalam bentuk K/I/2, yang berarti WPOP sudah menikah dengan istri bekerja dan memiliki penghasilan yang juga terhitung pajak. WPOP sendiri sudah memiliki dua orang tanggungan di luar istri.
Rincian besar PTKP
Merujuk pada penjelasan di atas, maka setiap wajib pajak bisa jadi akan memiliki nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berbeda-beda. Berikut adalah rincian besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk tiap kode status.
Status tidak menikah
TK/0 Rp54.000.000
TK/1 Rp54.000.000 + Rp 4.500.000 = Rp58.500.000
TK/2 Rp54.000.000 + ( 2 x Rp 4.500.000 ) = Rp63.000.000
TK/3 Rp54.000.000 + ( 3 x Rp 4.500.000 ) = Rp67.500.000
Status sudah menikah
K/0 Rp54.000.000 + Rp 4.500.000 = Rp58.500.000
K/1 Rp54.000.000 + Rp 4.500.000 + Rp 4.500.000 = Rp63.000.000
K/2 Rp54.000.000 + Rp 4.500.000 + ( 2 x Rp 4.500.000 ) = Rp67.500.000
K/3 Rp54.000.000 + Rp 4.500.000 + ( 2 x Rp 4.500.000 ) = Rp72.000.000
Status menikah dengan penghasilan gabungan
K/I/0 ( 2 x Rp54.000.000) + Rp 4.500.000 = Rp112.500.000
K/I/1 ( 2 x Rp54.000.000) + Rp 4.500.000 + Rp 4.500.000 = Rp117.000.000
K/I/2 ( 2 x Rp54.000.000) + Rp 4.500.000 + ( 2 x Rp 4.500.000 ) = Rp121.500.000
K/I/3 ( 2 x Rp54.000.000) + Rp 4.500.000 + ( 2 x Rp 4.500.000 ) = Rp126.000.000
Contoh Perhitungan Penghasilan Tidak Kena Pajak
Seorang Pria dengan istri bekerja memiliki seorang anak dan mertua sebagai tanggungan. Pendapatan bersih pria tersebut setiap bulan sebesar Rp 8 juta, sedang pendapatan istri setiap bulan sebesar Rp 5 juta.
Berapa nilai Penghasilan Kena Pajaknya?
Total pendapatan bersih ( Rp 8.000.000 + Rp 5.000.000 ) x 12 = Rp 156.000.000
Nilai PTKP untuk status ( K/I/1) = Rp 112.500.000
Nilai PKP = Rp 43.500.000
Pengaruh Penerapan Penghasilan Tidak Kena Pajak Terhadap Nilai Pajak
Indonesia menerapkan sistem perhitungan pajak penghasilan secara progresif. Artinya mereka dengan penghasilan lebih besar akan mendapatkan tarif pajak yang lebih besar.
Berikut adalah perincian dari tarif pajak menurut aturan PPh 21
- Tarif 5% untuk nilai PKP hingga Rp60 juta
- Tarif 15% atas PKP antara Rp60 juta hingga Rp250 juta.
- Tarif 25% untuk PKP antara Rp250 juta hingga Rp500 juta.
- Tarif 30% pada PKP antara Rp500 juta hingga Rp5 miliar.
- Tarif 35% untuk nilai PKP lebih besar dari Rp5 miliar.
Artinya ketika seorang dengan PKP sebesar Rp 400 juta akan dikenakan dua tarif pajak. Tarif 5% untuk bagian penghasilan 250 juta dan sisanya dengan tarif 15%.
Sehingga ketika PTKP disesuaikan dengan peningkatan nilai pada tahun 2023, maka mereka dengan pendapatan kecil akan memperoleh potongan pajak lebih kecil. Karena bagian PKP mereka akan turut mengecil seiring menerapan PTKP baru.
Sedang mereka dengan pendapatan besar tidak akan mengalami perubahan signifikan karena adanya penerapan tarif progresif tersebut. Karena sebagian dari penghasilan mereka akan tetap terpotong pajak dengan tarif yang lebih besar.